Suasana Ndeso di Warung Kopi Klotok

Suasana Ndeso di Warung Kopi Klotok

Yogyakarta sudah identik dengan banyak hal. Dari Malioboro, wisata Gunung Merapi, Mangunan, komplek keraton, candi, sampai aneka warisan kebudayaan luhur Jawa. Tapi kini ada ikon baru yang lagi hits di kalangan warga Jogja, wisatawan lokal dan netizen.  Apalagi jika bukan Warung Kopi Klotok. Sajian masakan rumahan serba tradisi kampung, dengan harga total Rp 11.500 sampai kenyang.

Di warung ini, cemilan andalan adalah pisang goreng. Gurih dan sangat pas dengan apa pun minumannya, mau teh tubruk atau Kopi Klotok. Kopi berjenis robusta ini mempunyai kekhasan cita rasa sensasional. Bukan hanya pembuatannya yang unik, gula, kopi dan segelas air direbus bersamaan sampai mendidih rasanya pun nikmat. Beberapa pelanggan penggemar berat kopi mengakui Kopi Klotok memang top.

Cemilan andalan pisang goreng di sini, tidak bisa sembarang dipesan. Karena saking banyak penggemarnya, pemesanan sering dibatasi hanya boleh dua porsi. Maksudnya supaya pelanggan yang lain tidak kehabisan. Dari pagi sampai jelang sore, 150 sisir pisang ludes tiap harinya. Shift kedua, sore harinya,  datang lagi pisang ini dalam jumlah yang sama.  Saya amati, banyak orang sepertinya tidak sabar.  Ketika  pisang shift kedua belum datang, pelanggan terus saja menanyakan kapan datangnya pisang itu. Ketika pisang sudah datang, tapi belum diolah dan belum digoreng, makin banyak  lagi yang gelisah.  Semua berlomba menjadi pengorder pertama.

Jadi, Jika Anda ke Jogja, entah saat liburan, jalan-jalan, dinas atau karena keperluan apa pun, tidak rugi  bahkan berasa menang banyak jika mampir ke Warung Kopi Klotok.  Saat musim libur nanti tiba, saya anjurkan Anda menjajalnya. Lokasi Warung Kopi Klotok berada di Jalan Kaliurang KM 16, Pakembinangun, Sleman, Jogja. Kalau dari pusat kota, posisinya  masuk ke dalam sekira 200 meter. Naik mobil dari tengah kota Jogja, kira-kira perlu waktu 50 menit mencapai Warung Kopi khas Jawa ini.

Jangan kaget jika saat Anda  tiba, pada jam-jam sibuknya, antrean sudah mengular panjang. Sabar saja. Yakin lah kesabaran di antrean ini setimpal dengan kelezatan santapan rumahannya. Warung ini pada saat jam makan siang, sungguh meluber. Dua ribu piring makan  yang tersedia, kerap cepat  kandas. Jika seorang menggunakan dua piring tempat nasi dan sayuran, logikanya ada seribu orang yang makan dalam satu sesi putaran. Bisa dibayangkanlah, kesibukan  di dapur masak, di pencucian piring kotor, di ruang saji. Semua serba sibuk. Bagi yang sudah kerap mampir, tentu paham jika harus kembali lagi. Bagi yang belum pernah, bersiaplah rasakan langsung sensasinya.  Di sini makan dan minuman punya sensasi seru sendiri.

Di tempat ini, tidak jauh dari tengah kota, kesederhanaan nyaris begitu sempurna. Lokasinya berada di tengah suasana perdesaan, ada sawah dan kebun ladang.  Tidak persis di pinggir jalan raya melainkan kendaraan harus masuk ke dalam jalan kecil, tak sampai 200 meter. Didesain sederhana seperti rumah kelas menengah desa, rumah Joglo yang serba papan, kayu, bamboo, daun. Lantainya pun ubin bermotif semen biasa, berkesan tua,  tidak mengkilap karena bukan porselen mahal.  Namun jangan tanya kenyamanannya. Selain bersih, terasa teduh pula.  Ventilasi nya pun cukup. Meski ramai manusia, oksigen akan tetap cukup untuk Anda hirup. Kalau Anda mau menyebutnya sebagai gubuk besar, juga tidak apa-apa. Pasalnya, Warung Kopi Klotok ini bisa menampung serentak 300 orang makan.

Itu kesederhanaan tempat. Artinya, bagi mereka yang rindu suasana kampung, ngopi dan makan di gubuk besar, di sini lah penawarnya. Dijamin Anda betah berlama-lama. Tapi harap ingat, itu dengan catatan Anda beruntung dapat kursi dan meja. Biasanya, apalagi di jam-jam istirahat, jam makan siang, atau jam ngopi sambil makan ringan, orang kerap harus menunggu.

Di sini tidak berlaku nomor antrian tempat duduk. Lebih beruntung dapatkan tempat. Lebih mujur lagi jika dapat lokasi meja dan kursi yang strategis. Artinya, di posisi duduk menghadap Gunung Merapi. Sebagian pelanggan  justeru memilih menggelar tikar dan  duduk lesehan. Ada juga yang lebih suka atau lebih tepatnya, beruntung mendapat lokasi tempat duduk bambu. Semilir angin sejuk dari lereng gunung, dan memandang air mengalir di parit tali air, sungguh menambah daya pikat lokasi Warung Kopi Klotok ini.

Kekuatan kesederhanaan selanjutnya adalah: makanan. Lokasi bagus dan  tempat nyaman bakal percuma jika makanan dan suguhan masakannya biasa-biasa saja.  Tanpa iklan dan media, orang tetap bakal berduyun-duyun menghampiri jika masakannya memang oke punya. Di warung inilah maka  Anda dibawa ke atmosfer masakan rumahan. Masakan ibu, mungkin resep nenek. Masakan keluarga pokoknyalah.

Menunya pun macam-macam. Untuk menyebut beberapa, ada lodeh telor dadar, ceker, ayam goreng, pindang. Kalau untuk makanan ringannya, ada jadah goreng, pisang goreng. Makanan yang kerap diceritakan ibu atau nenek kita bukan? Minumannya juga, macam-macam. Tetapi andalannya adalah teh tawar, teh manis panas, teh tubruk dan kopi klotok. Nama dan jenis minuman ini, sebagaimana panganannya, mungkin lazim. Tetapi karena citarasanya yang ‘nendang’ lah maka orang rela datang dari jauh bahkan luar kota demi mencicipinya. Kebanyakan malah bukan pendatang baru, umumnya sudah berulang kali mampir dan menyantap makanan dan minuman Warung Kopi Klotok. Makan nasi panas, dengan lodeh, sayur asem, telor dadar krispi, dan dilengkapi sambal dadak pedas, wuihhh maknyusnya. Makannya di pedesaan dan di tengah suasana ladang. Duduk di atas tikar yang digelar, serasa piknik, murah meriah.

Anak remaja zaman now juga banyak yang datang bergerombol. Lebih-lebih mahasiswa. Selain umumnya keluarga atau pertemanan, juga kolega. Di sini menikmati makanan terasa asyik karena hitung-hitung sembari wisata alam. Kekuatan kesederhanaan berikut adalah harga.  Bagi turis lokal atau kalangan awam, makan siang di sini hanya butuh uang Rp 11.500. Ya, sebelas ribu lima ratus rupiah.  Dengan uang segitu Anda sudah berhak menikmati nasi putih sepuasnya dengan lodeh kluwih, lodeh terong, gereh layur dan sambal dadak. Inilah paket murah sekenyangnya, sepuas-puasnya.

Masakan yang tersaji—semua bahan baku dan materialnya bersumber dari tanaman dan ternak yang dibeli dari warga sekitar warung, serba panas dan ‘baru’.  Makan dari pagi sampai sore, dihitungnya tetap dengan harga sepiring, alias satu porsi saja.  Tetapi bermodal Rp 10 ribu pun Anda masih bisa makan sepuasnya dan sekenyangnya juga. Uang segitu, menunya nasi putih panas sepiring hingga sebaskom sekuat Anda, lodeh tempe lombok ijo, lodeh terong, lodeh kluwih dan sayur asem. Juga silakan nambah-nambah, tidak dihitung lagi.

Apapun paket yang Anda pilih, tetap tersedia menu tambahan sesuai selera. Ada sego megono—yakni nasi campur sayuran, bumbu dan dikukus– Rp6500, juga tahu bacem Rp3500, ayam goreng, pindang goreng, ceker, tempe garit  dengan harga variatif dan tetap serba murah.

Dengan tiga kekuatan unggul kesederhanaannya—lokasi, kelezatan makanan, harga–  Warung Kopi Klotok jadi cepat masyur. Laris manis. Mereka yang datang, kembali dan tergoda kembali lagi ke sini. Kalau hanya karena harga super-murah, tentulah tak jadi alasan Warung Kopi Klotok diserbu penggemar kuliner tradisional. Bu Ani SBY dan keluarga, selebritas macam Garin Nugroho, Hamis Daud, dan kalangan mentereng artis lainnya menyukai karena tiga kekuatan utamanya tadi.

“Di sini saya menjadi orang Indonesia asli, dengan masakan dan kudapan yang selalu dicari dan dikangeni, “kata Ny Tri Tito Karnavian, Isteri Kapolri, menuliskan kesannya.

Mungkin saking nikmatnya, orang tak ragu menabrak diet makan. Bayangkan dengan di tengah hari, ada semilir angin,  suasana hening perdesaan tanpa bau asap knalpot , tanpa lalu-lalang kendaraan bermotor, masakan baru dan serba hangat khas tradisi rumahan yang lezat, kaya bumbu, plus sambal pedas bagi yang minat.

“Saya sampai nambah,” komentar pendek Maudy Ayunda.

“Nyosssh rasanya..Mak pyar!!” tulis Eross.

Para karyawan Warung Kopi Klotok—dari tukang cuci piring, tukang masak dan seluruh pelayannya adalah warga setempat– bukan tidak tahu jika ada yang ‘menembak’ alias bohong. Mereka tahu! Tetapi mereka membiarkan saja, seperti tidak terjadi apa-apa. Ketika saya singgung hal ini ke Mas Pramono dan Mbak Handayani, yang seorang pengunjung, artis Neno Warisman juluki “Sepasang Merpati Surga Dunia”, keduanya membenarkan.

Ya, dalam konsep agama, Pramono-Handayani menjalankan bisnis dengan Allah. Artinya, mereka tak menganggap dibohongi pelanggan, dan justeru senang makanannya membantu mereka yang kantong kempes atau mahasiswa yang jajannya pas-passan. Secara hitungan kapitalistis, untung-rugi, banyak yang ‘nembak’ atau bahkan ngga bayar, Warung Kopi Klotok mustinya cepat bangkrut. Nyatanya tidak. Usaha kuliner rumahan ini malah tetap maju dan bahkan makin populer di kalangan warga Jogja sendiri dan pelanggan dari pelbagai kota.

Dari 365 hari dalam setahun, Warung Kopi Klotok hanya tutup lima hari, libur khusus tiga hari puasa Ramadhan terakhir  dan dua hari lebaran. Selebihnya buka, dari jam 7 pagi hingga pukul 22.00 malam. Warung yang berdiri sejak 22 Desember 2015 ini, bertepatan dengan Hari Ibu, bukan kebetulan. Pemilik warung memang menempatkan nilai luhur tinggi pada Ibu sebagai perempuan pejuang dan paling besar jasanya bagi semua orang. Jangan kaget pula di sebuah dindingnya tertera sangat jelas tulisan “Wanita Hamil, gratis, tidak usah bayar”.

Dikelola profesional oleh Pramono dan Handayani dimotori manager yang juga puteri kandung mereka, Halida Nursyah Arnaiz yang tengah kuliah S-2 di Jogja, warung ini menjunjung tinggi nilai-nilai, kejujuran, moralitas. Juga dipadu konsep manunggal dengan alam, lingkungan dan tradisi lokal.  Akhirnya, disempurnakan pula dengan maknyusnya makanan dan minuman yang ditawarkan, akhirnya Warung Kopi Klotok kini  jadi ikon baru tujuan wisata Jogja. Belum sah rasanya Anda ke Jogja jika belum menjajal Warung Kopi Klotok.

Alamat: Jalan Kaliurang Km. 16, Pakembinangun, Pakem, Sleman, DIY.
Jam Buka: 08.00 – 22.00 (Setiap Hari)